PERSATUAN NARAPIDANA INDONESIA

Persatuan Narapidana Indonesia, mencoba menyuarakan secara profesional hak-hak dan kewajiban narapidana di Indonesia. Berdasarkan Undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia

PANGLIMA DENSUS 86 LAPAS KLAS I CIPINANG

Kebersamaan yang dibangun antara narapidana dengan petugas Lapas, dalam rangka PEMBINAAN KEPRIBADIAN sebagai wujud pelaksanaan Undang-Undang Pemasyarakatan

KAMI ADALAH SAUDARA, SEBAGAI ANAK BANGSA INDONESIA

Dalam Kebersamaan peringatan Hari Proklamasi Republik Indonesia 17 Agustus 2006, Kami sebagai anak bangsa, juga ingin berperan aktif dalam mengisi pembangunan di Indonesia

Artis Ibukota berbagi Keceriaan dan Kebahagiaan bersama Narapidana Indonesia

Bersama Artis Ibukota, mereka yang mau peduli dan berbagi kebahagiaan bersama narapidana dalam rangka perayaan Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

RANTAI REMISI KORUPTOR

Soal ini memang topik lama, bahkan mungkin topik usang. Telah banyak cerdik pandai memberi komentar. Namun kebijakan remisi (pengurangan hukuman) terhadap narapidana, tidak bisa dibatalkan, sebab diatur dalam UU 12/1995 tentang Pemasyarakatan.

Kamis, 16 September 2010

Banyak Hak-hak Napi yang Dirampas

Jumat, 20 Agustus 2010 17:04 | E-mail

Oleh : Wahyudi

Jakarta, MediaProfesi.com -Tidak sedikit hak-hak daripada narapidana yang tidak didapatkannya ketika berada di jeruji besi. Guna mengembalikan haknya tersebut Paguyuban Narapidana dan Mantan Narapidana (NAPI) mengumpulkan satu kekuatan dari narapidana untuk memperjuangkan hak-haknya yang tidak didapatkan.

Menurut Ketua Paguyuban NAPI yang berdiri sejak Agustus 2006 dan Akte Notaris baru keluar 2007 Rahardi Ramelan mengatakan, banyak sekali hak-hak narapidana yang tidak didapatkan. Saya sendiri sudah merasakan sebagai narapidana kehilangan hak kita yang seharusnya di dapatkan, pada waktu berada di Lembaga Pemasyarakatan (LP).

“Salah satunya kehilangan kebebasan, yang seharusnya dijamin negara. Tapi malah kita diperas,” katanya usai menerima bantuan dana sebesar Rp 17 juta dari Yayasan Kado Anak Muslim di Jakarta (16/8).

Lebih lanjut Dia mengatakan banyak peraturan yang bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM), bahkan banyak peraturan di LP yang bertentangan dengan konsep kemasyarakatan itu sendiri.

Ini menjadi tugas kita dari Paguyuban NAPI untuk mendorong dalam merubah berbagai macam peraturan yang ada saat ini. “Kita sudah berhasil memperbaiki peraturan-peraturan yang ada, sehingga banyak sekali akhirnya orang yang mendapat kebebasan bersyarat bisa dipercepat, dan lain-lain. Karena cara penghitungannya mereka keliru,” imbuhnya.

Dia mengakui memang masih banyak perjuangan yang harus dilaksanakan. Banyak peraturan yang sekarang tiba-tiba muncul mengenai hak-hak narapidana yang dipotong lagi, misalkan mereka tidak bisa membayar denda. Sehingga belum diperbolehkan di asimilasi dan tidak bisa mendapat remisi.

“Denda itu sebagai uang pengganti, jikalau dendanya belum dibayar belum boleh di asilimilasi, mereka juga tidak mendapat remisi. Itu yang sampai saat ini masih kita perjuangkan,” tambah mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan di era Presiden Habibie.

Masalahnya bagaimana jika napi tersebut tidak mempunyai uang? Sebab banyak sekali napi yang tidak punya apa-apa. Dan hidup di dalam penjara itu sebetulnya lebih mahal dari pada hidup di luar. Ini yang sedang Paguyuban perjuangkan sekarang, supaya Undang-undang (UU) kita itu jangan hanya memperhatikan nara pidana, tapi juga terhadap keluarganya.

Keluarganya hidup lebih sengsara daripada mereka yang dipenjara. Kalau mereka di penjara, saya bisa ketemu tiap hari dengan orang yang sama. Tapi yang di luar penjara, seperti ibunya pergi ke pasar, bapaknya mana? Mau jawab apa, bapaknya di penjara malu. Ini tidak ada yang memperjuangkan. Hidupnya lebih susah dan sengsara, karena membiayai suami yang dalam penjara, yang hidupnya lebih mahal.

Selain memperjuangkan hak-hak yang hilang dan memperbaiki UU yang berlaku selama ini yang kurang manusiawi, dan bertentangan dengan dengan situasi di LP. Paguyuban memfokuskan untuk memberikan ketrampilan atau pelatihan di dalam penjara. Sehingga kalau mereka keluar tidak mengulangi kejahatan kembali.

Kegiatan yang sudah kita laksanakan pada saat ini menyelenggarakan pelatihan. Dimana kami sudah menginisiasi pendirian Fakultas Hukum di dalam LP.

Ada 4 LP sekarang yang sudah melaksanakan yakni di LP Cipinang, LP Salemba, dan 2 LP di daerah Tangerang. “Rencananya pada Januari 2011 dilakukan wisuda pertama S1. Dalam hal ini kami bekerjasama dengan Universitas Bung Karno. Lumayanlah, karena akreditasinya B, kan bagus akreditasi B itu,” ujar Rahardi.

Dalam pelatihan ini dosennya kita datangkan ke LP. Sedangkan biaya tetap sepenuhnya ditanggung oleh mahasiswa yang belajar itu sendiri. Sementara bagi mahasiswa yang tidak bisa membayar tapi mau kuliah, maka biayanya dibiayai oleh mereka yang mempunyai uang, atau disini terjadi subsidi silang.

Paguyuban tentunya tidak akan tinggal diam dalam mencari dana. “Kalau masih kurang, kami dari Paguyuban mencari dana untuk membiayai. Jadi bagi mereka yang tidak sanggup membayar, kita yang memberikan bea siswa,” terangnya.

Mahasiswa tidak hanya napi yang berada di LP saja saat ini yang kuliah. Tapi ada juga petugas LP yang menjadi mahasiswa, sedangkan biayanya dari bea siswa Paguyuban.

Paguyuban tidak membedakan terhadap mereka yang ingin kuliah. “Artinya diantara napi yang kuliah itu, ada yang sedang menjalani hukuman seumur hidup. Tujuan kami memberikan pelatihan kepada mereka untuk dapat memahami masalah hukum,” kata Rahardi.

Jumlah mahasiswa sampai saat ini sekitar 100 orang. Di LP Cipinang ada 42 mahasiswa, di LP Salemba 20 dan sisanya di 2 LP Tangerang.

Sekarang sedang dijajaki akan menyelenggarakan pelatihan di LP Riau untuk Fakultas Kriminologi yang akan bekerjasama dengan Universitas Islam Riau. * (Wah/Syam)

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:8Wq8lMOx9JYJ:mediaprofesi.com/hukum/198-banyak-hak-hak-napi-yang-dirampas.html+napi,+narapidana&cd=138&hl=id&ct=clnk&gl=id


Semua Napi Berhak Mendapatkan Remisi


Remisi Koruptor


JAKARTA - Hari Ulang Tahun Republik Indonesia mungkin merupakan hari yang istimewa bagi para tahanan yang mendekam di balik jeruji besi. Pasalnya jika mereka beruntung mereka bisa segera menghirup udara bebas dan berkumpul kembali bersama keluarga. Sebab di hari kemerdekaan itu para tahanan diberikan remisi (pengurangan hukuman).

Tanpa terkecuali keluarga para napi. Mereka harap-harap cemas, apakah nama sanak saudara mereka masuk daftar penerima remisi, yang artinya akan memperpendek masa mendekam di hotel prodeo tersebut, atau malah sebaliknya, tidak mendapat remisi sama sekali.

Itu artinya, mereka mesti menunggu pada tahun mendatang lagi, dengan harapan yang serupa. Remisi merupakan hak setiap napi yang dijamin undang-undang dan peraturan pemerintah.

Bicara tentang remisi, publik di Indonesia barangkali masih ingat dengan remisi yang diberikan terhadap Tommy Suharto. Konon, selama menjalani masa pemidanaan di Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah, pangeran Cendana ini total mendapat remisi lebih dari 2,5 tahun ditambah pembebasan bersyaratnya.

Remisi kilat beberapa waktu lalu juga diberikan kepada Rahadi Ramelan. Ketika itu, hanya berselang beberapa hari setelah dirinya ditahan di Rutan Cipinang, Rahadi pun mendapatkan remisi pada 17 Agustus tahun itu. Kini remisi kilat tersebut juga diberikan kepada koruptor Syaukani mantan Bupati Kutai Kertanegara yang divonis 6 tahun penjara. Tanggal 17 Agustus kemarin Syaukani dinyatakan bebas dan hanya menjalani setengah dari vonis yang dijatuhkannya.

Di tahun 2010 ini, 58.234 narapidana akan mendapat pengurangan masa hukuman. Di antara para penerima remisi tersebut, 4.780 di antaranya akan langsung menghirup udara bebas.

Direktur Jenderal Pemasyarakatan Untung Sugiono mengatakan narapidana yang mendapatkan remisi umum pada 17 Agustus tahun ini berjumlah 53.454 narapidana. Selain itu, masih ada 506 narapidana yang mendapatkan remisi tambahan.

Jumlah itu masih ditambah 4.780 narapidana yang akan mendapatkan bebas langsung karena masa hukumannya telah selesai karena mendapat remisi. ”Total jumlahnya narapidana yang mendapat remisi 58.234 orang,” kata Untung kepada pers.

Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat pertama penerima remisi dengan 7.432 narapidana, dilanjutkan dengan Sumatra Utara 6.446 narapidana, dan berikutnya Jawa Timur dengan 4.833 narapidana.

Menurut Untung, jumlah tersebut masih akan bertambah karena data penerima remisi pada Kantor Wilayah Pemasyarakatan Sulawesi Barat belum masuk.

Pemberian remisi secara simbolis diberikan oleh Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tangerang, tepat pada saat perayaan Hari Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 2010.

Ketentuan mengenai pemberian remisi diatur dalam PP No 28 Tahun 2006 tentang perubahan atas PP No 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Untung menyebut semua narapidana berhak mendapat remisi. Syarat napi menerima remisi adalah bila narapidana telah menjalani hukuman lebih dari enam bulan.

Sementara untuk narapidana kasus tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, diberikan remisi bila telah menjalani sepertiga masa hukuman.

“Contohnya ada narapidana kasus lain, misalnya pencurian, dihukum tiga tahun, ia sudah berhak dapat remisi pada masa hukuman enam bulan. Sementara narapidana kasus terorisme yang hukumannya tiga tahun baru memperoleh remisi bila sudah menjalani hukuman satu tahun,” ujarnya.

Mengenai besarnya remisi, lanjutnya, narapidana yang telah menjalani hukuman enam hingga 12 bulan mendapat remisi satu bulan. Narapidana yang telah menjalani hukuman dua tahun akan mendapat remisi dua bulan, tahun ketiga mendapat remisi tiga bulan, dan seterusnya hingga maksimal mendapat remisi enam bulan per tahunnya.

“Jadi bila ada koruptor yang dibebaskan karena dia telah memenuhi ketentuan yang diatas. Tidak benar jika ada permainan suap atau karena dia mempunyai uang dan membeli remisi,” katanya.

Di samping itu, bagi narapidana yang berjasa bagi negara, tambahnya, akan mendapat tambahan remisi, yaitu setengah dari masa remisi. Hal itu juga berlaku bagi narapidana yang berperan positif selama di lapas.

“Misalnya mereka yang menjadi mubaligh, mengajari keterampilan bagi narapidana lain. Mereka akan mendapat tambahan sepertiga dari masa remisi,” ungkapnya. Untung mengatakan negara tidak berhak membuat orang lebih buruk daripada keadaan sebelum orang tersebut masuk lapas, baik secara mental maupun fisik.

Karena itu, remisi merupakan bagian dari proses mereka menjadi lebih baik karena memberi harapan lebih cepat membaur dengan masyarakat. Konsep lembaga pemasyarakatan di Indonesia adalah memberi program agar para napi siap kembali ke masyarakat, bukan konsep lama yang menitikberatkan pada banyak pembatasan seperti konsep penjara.

Konsep di lapas adalah reintegrasi ke masyarakat. “Artinya, satusatunya derita yang dialaminya adalah kehilangan kemerdekaan gerak, tapi hak lain masih melekat pada mereka dan wajib dilindungi negara.

Mereka masih bisa berkomunikasi dengan keluarga, dan mereka bukan objek,” ujarnya. Kriminolog Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, mengatakan konsep penjara sudah lama ditinggalkan di Indonesia.

Penjara memiliki konotasi serba mengekang dan identik dengan kekerasan, serta tidak mempersiapkan orang kembali ke masyarakat. Sekarang ini, konsep yang dianut adalah lembaga pemasyarakatan.

Dengan konsep ini, hanya kebebasan fisik yang tidak diperoleh para napi ini, yaitu tidak boleh keluar dari lingkungan lembaga pemasyarakatan. Kegiatan lain, seperti mengembangkan bakat, bekerja, berolah raga, dan rekreasi, diperkenankan.

“Dengan masuk penjara, bagi orang yang pertama kali mengalaminya, tentu akan membuat dia jera karena kebebasannya dirampas. Itu sudah cukup. Hal ini tentu berbeda dengan orang yang sudah keluar-masuk penjara,” tuturnya.

Dengan adanya remisi ini, menurutnya, proses reintegrasi dengan masyarakat akan dipercepat. Pasalnya, semakin lama mereka berpisah dari masyarakat, akan semakin buruk mental dan psikologisnya.

Namun remisi juga harus memiliki syarat, yaitu narapidana harus berkelakuan baik selama berada di lapas sehingga nantinya di masyarakat tidak akan membuat hal yang meresahkan lingkungannya. Lebih jauh Adrianus menambahkan sebelum memberikan pengecualian remisi bagi narapidana teroris, narkoba dan korupsi, yang perlu dilakukan adalah mengubah dulu undang-undang tentang permasyarakatan.

Saat disinggung adanya perbedaan pelayanan yang diberikan di lapas terhadap napi khususnya koruptor, Adrianus menyebutkan Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham tidak berwenang memberi perlakuan beda sebab akan melanggar undang-undang yang membolehkan narapidana korupsi dan terorisme mendapat remisi.

Terpidana kasus terorisme harus mendapatkan tambahan pembinaan sebelum mendapat kebebasan kembali ke masyarakat. Ia mencontohkan di Singapura dan Arab Saudi, para narapidana terorisme mendapat pembinaan agama untuk mencuci otak mereka kembali dengan ajaran yang benar tentang agama.

Hal senada juga disampaikan pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI), Rudi Satrio Mukantardjo, mengatakan remisi merupakan hak setiap narapidana, termasuk yang melakukan pidana terorisme, narkoba, dan korupsi.

Ia tidak setuju bila mereka mendapat pengecualian melihat syarat remisi yang berbeda bagi mereka dibandingkan narapidana yang lain. Ia mengatakan bila para koruptor dan narapidana terorisme mendapat perlakuan berbeda dengan narapidana kasus lainnya, malah akan mempersulit pembinaan.

“Mereka itu juga manusia, dan berhak mendapatkan kebebasan. Jika ditahan terus tentu akan mempersulit pembinaan,” ujarnya.

Remisi bagi warga binaan di lapas merupakan hal sangat penting yang mereka dambakan. Demikian juga dengan sel khusus bagi koruptor dan narapidana korupsi, Rudi menyatakan tidak setuju karena hal itu menunjukkan adanya diskriminasi di dalam lapas.

http://klikp21.com/laporan-khususnews/10890-semua-napi-berhak-mendapatkan-remisi

Lembaga Pemasyarakatan/Penjara Di Indonesia Kurang Mendidik Napi (Narapidana)

Mon, 12/07/2010 - 12:56am — Arkhan

Kalau kita dengar pengakuan jujur dari para mantan napi dan napi aktif tentang pengalaman mereka selama berada di bui (lp / penjara) mungkin akan membuat kita yang hidup serba berkecukupan dan hidup bebas tidak akan pernah mau tinggal di balik jeruji besi. Tetapi mungkin berbeda jika yang kita tanya adalah napi kelas kakap yang punya banyak uang. Kenapa bisa begitu? Saya yakin ada yang salah di penjara.

Seharusnya penjara adalah tempat yang nyaman untuk belajar dan mengubah diri menjadi lebih baik. Penjara seharusnya bukan tempat untuk menyiksa para penjahat atas kesalahan yang mereka perbuat. Kalau untuk penjahat sejati yang doyan / langganan keluar masuk penjara wajarlah penjara tipe siksaan fisik dan mental (tembok derita) yang mereka terima. tetapi untuk yang masuk penjara karena faktor ketidaksengajaan, khilaf, kesalahan sepele, lapar, difitnah dan sebagainya diberi hukuman yang ringan dan dapat tipe penjara yang nyaman.

Selama di dalam penjara, para napi yang baik dan masih bisa dibina jadi orang baik serta tidak akan mengulangi perbuatannya sebaiknya diperlakukan secara baik dan sama tanpa kekerasan dan pemerasan. Tidak boleh ada premanisme di dalam sel penjara. Mereka semua belajar lagi tentang moral, budi pekerti, sosial, agama, dan sebagainya.

Bagi yang terkena kasus kerena tidak tahu cara mencari uang halal sebaiknya diajarkan wirausaha atau disekolahkan hingga perguruan tinggi dengan beasiswa penuh pemerintah sesuai UUD 1945. Kasihan jika orang yang baik mendekam dalam penjara dalam waktu lama dan penuh penderitaan. Bisa-bisa mereka jadi benci sama negara dan merencanakan balas dendam menghancurkan bangsa kita ini.

Untuk penjahat sejati yang otaknya memang tidak bisa menjadi baik sebaiknya dibuang ke suatu daerah atau pulau yang jauh dari peradaban orang baik-baik. Biarkan mereka berinteraksi dan dibina antar sesamanya. Untuk apa mereka kembali ke masyarakat kalau kelakuannya tidak akan bisa berubah. Kembali bebas pun ia akan berbuat jahat lagi pada orang lain. Yang tidak bisa dibina sebaiknya dibinasakan saja!

http://organisasi.org/lembaga-pemasyarakatan-penjara-di-indonesia-kurang-mendidik-napi-narapidana