PERSATUAN NARAPIDANA INDONESIA

Persatuan Narapidana Indonesia, mencoba menyuarakan secara profesional hak-hak dan kewajiban narapidana di Indonesia. Berdasarkan Undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia

PANGLIMA DENSUS 86 LAPAS KLAS I CIPINANG

Kebersamaan yang dibangun antara narapidana dengan petugas Lapas, dalam rangka PEMBINAAN KEPRIBADIAN sebagai wujud pelaksanaan Undang-Undang Pemasyarakatan

KAMI ADALAH SAUDARA, SEBAGAI ANAK BANGSA INDONESIA

Dalam Kebersamaan peringatan Hari Proklamasi Republik Indonesia 17 Agustus 2006, Kami sebagai anak bangsa, juga ingin berperan aktif dalam mengisi pembangunan di Indonesia

Artis Ibukota berbagi Keceriaan dan Kebahagiaan bersama Narapidana Indonesia

Bersama Artis Ibukota, mereka yang mau peduli dan berbagi kebahagiaan bersama narapidana dalam rangka perayaan Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

RANTAI REMISI KORUPTOR

Soal ini memang topik lama, bahkan mungkin topik usang. Telah banyak cerdik pandai memberi komentar. Namun kebijakan remisi (pengurangan hukuman) terhadap narapidana, tidak bisa dibatalkan, sebab diatur dalam UU 12/1995 tentang Pemasyarakatan.

Rabu, 19 Mei 2010

Memahami Kejahatan dan Efektivitas Penjara

Pemasyarakatan adalah perlakuan terhadap pelanggar hukum yang tidak lagi semata-mata menekankan pada aspek penjeraan belaka, namun lebih merupakan suatu upaya mewujudkan reintegrasi sosial, yaitu pulihnya kesatuan hubungan hidup, penghidupan dan narapidana (warga binaan) pemasyarakatan baik sebagai pribadi, anggota masyarakat maupun sebagai insan Tuhan Yang Maha Esa.
Sumber : Suara Pembaruan

Pemasyarakatan adalah perlakuan terhadap pelanggar hukum yang tidak lagi semata-mata menekankan pada aspek penjeraan belaka, namun lebih merupakan suatu upaya mewujudkan reintegrasi sosial, yaitu pulihnya kesatuan hubungan hidup, penghidupan dan narapidana (warga binaan) pemasyarakatan baik sebagai pribadi, anggota masyarakat maupun sebagai insan Tuhan Yang Maha Esa.

Kesan masyarakat terhadap Lembaga Pemasyarakatan saat ini tak ubahnya sebagai "penjara" dengan jumlah penghuni yang melebihi kapasitas, penyebaran penyakit (HIV/AID), "pungutan liar", diskriminasi perlakuan terhadap narapidana golongan bawah dibandingkan dengan napi golongan atas, dan lain-lain. Dari hasil survei Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2008, Pemasyarakatan termasuk dalam ranking teratas dalam pelayanan publik terburuk.

Karakteristik Penjara

Sykes dan Messinger (1967) menjelaskan, persoalan utama di dalam lingkungan sosial penghuni penjara adalah bertemunya narapidana dengan penjahat-penjahat yang lain. Para pembunuh, pemerkosa, pencuri, orang-orang kepercayaan (confidence men), dan penyimpangan seksual. Mereka adalah rekan-rekan tetap para penghuni penjara, yang diakrabi dan kemungkinan untuk menjadi residivis menjadi mantap.

The worst thing about prison is you have to live with other prisoners (Hal yang paling buruk dari penjara adalah Anda hidup di antara penjahat-penjahat).

Sykes juga menjelaskan, bahwa pemenjaraan menimbulkan sejumlah "derita" (the pains of imprisonment) bagi narapidana, yaitu kehilangan kemerdekaan (loss of liberty), kehilangan atas pemilikan barang dan pelayanan (loss of goods and seni-ces), kehilangan hubungan heteroseksual (loss of heterosexual relationship), kehilangan otonomi (loss of autonomy), kehilangan rasa aman (loss of security).

Selanjutnya, Sykes menjelaskan, di satu sisi, gerak populasi narapidana justru membuat persoalan di dalam penjara menjadi akut. Di sisi lain, karakteristik penjara didominasi oleh suatu sistem nilai yang berupa kode pergaulan (inmate code) yang tercipta secara khusus, sebagai jalan keluar untuk mengurangi "derita-derita" pemenjaraan di antara para narapidana dan dalam berhadapan dengan petugas.

Kehidupan di dalam penjara adalah kehidupan yang antagonis. Cressey menjelaskan, bahwa organisasi sosial di dalam penjara pada dasarnya terdiri dari susunan tindakan ratusan orang yang disinkronisasikan. Mereka adalah sejumlah pegawai dan narapidana yang saling membenci, saling hormat dan menyayangi, saling berjuang secara fisik dan psikologis, dan saling bersaing untuk diperlakukan baik, mengejar prestise, kekuasaan dan uang. "Organisasi sosial" penjara merupakan fenomena kompleks dengan aspek-aspek yang hampir tidak kelihatan dan sangat halus. Rencana-renca-na organisasi yang menunjukkan sederetan wewenang dan hubungan di antara jabatan petugas, tetapi kadang-kadang tidak menunjukkan organisasi kelembagaan yang nyata, khususnya tentang siapa sebenarnya yang mempunyai wewenang nyata, atau siapa mempengaruhi siapa.

Altematif Solusi

Salah satu dari Sepuluh Prinsip pemasyarakatan menegaskan bahwa, "Negara tidak berhak membuat orang menjadi lebih buruk/jahat daripada sebelum ia dipenjarakan/masuk lembaga", maka penggunaan bangunan untuk memenjarakan orang hams dibatasi penggunaan nya kepada mereka yang, kalau tidak dipenjarakan, akan merupakan bahaya besar bagi masyarakat. Hal ini dapat terjadi bila hukum pidana baik yang substantif maupun prosedural, diorientasikan dalam orbit yang societal (berbasis masyarakat) dan tidak kaslodial (bersifat menahan).

Perbedaan antara kehidupan "dalam penjara" dankehidupan "luar penjara" harus diminimalkan. Penurunan perbedaan ini sangatlah penting jika menginginkan para tahanan/narapidana yang dibebaskan dapat menyesuaikan diri dengan baik dalam masyarakat. Kondisi ini hanya dapat dicapai bila manajemen pemasyarakatan keluar dari ketertutupannya.

Sejalan dengan berkembangnya wacana tentang paradigma tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), selayaknya kebijakan pemasyarakatan tidak lagi hanya menjadi domain pemerintah (melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan), namun memberi peluang bagi dibukanya keterlibatan swasta dalam proses pembinaan dalam bentuk penciptaan aktivitas ekonomi bagi narapidana di lembaga pemasyarakatan.

Untuk itu, diperlukan res-ponsivitas dari semua stakeholder atas kebijakan pemasyarakatan untuk mendukung kesinambungan kemanfaatan kebijakan pemasyarakatan bagi kemaslahatan hidup warga negara dalam mewujudkan tujuan-tujuan pemasyarakatan melalui kegiatan dengan partisipasi masyarakat yang lebih tinggi.

Dengan proses penyelarasan tersebut, identifikasi kondisi yang ada dalam manajemen pemasyarakatan merupakan titik awal yang harus dilakukan secara menyeluruh. Di samping itu, tuntutan akan peran lapas dalam mengantisipasi kecenderungan perubahan kondisi lingkungan di luar lapas perlu didorong secara saksama.

Sistem Peradilan Pidana dalam arti luas juga dituntut Ipengertiannya bahwa kejahatan bukanlah fenomena pelanggaran hukum saja, agar kecenderungan memidanakan (memenjarakan) dapat diminimalisasi.

Kejahatan adalah suatu ketentuan mengenai perilaku manusia yang diciptakan oleh golongan berkuasa dalam masyarakat yang secara politis terorganisasi. Dalam pengertian ini pembuat undang-undang, polisi, jaksa, dan hakim yang mewakili segmen-segmen masyarakat bertanggung jawab menentukan dan menegakkan hukum (pidana).

Dari sudut pandang ini dapat dihindari "perspektif klinis" yang melihat pada kualitas tindakan dan menganggap kejahatan sebagai patologi individual. Crime is created, dalam arti kejahatan pada hakikatnya bersumber pada struktur masyarakat yang bersangkutan, demikian kata Richard Quenney.

Oleh karena itu, kegagal-an-kegagalan dan malafungsi sosial dalam masyarakat seperti pengangguran, diskriminasi, ketidakseimbangan di bidang ekonomi, kehidupan kota yang berdesak-desakan, dan sebagainya, mempengaruhi kehidupan anggota masyarakat banyak dan menciptakan status sosial dan menimbulkan kejahatan. Inilah yang lebih penting untuk diperhatikan daripada tetap menganggap penahanan dan pemenjaraan adalah cara yang paling efektif dalam memerangi kejahatan.

Penulis adalah Kriminolog Ul, Dewan Ahli Persatuan Narapidana dan Mantan Narapidana Indonesia.

http://hukumham.info/index.php?option=com_content&view=article&id=2401:memahami-kejahatan-dan-efektivitas-penjara&catid=17:suarapembaca


Senin, 10 Mei 2010

Dewan Kesenian SUrabaya Ajak Napi Medaeng Main Teater

SURABAYA | SURYA Online - Dewan Kesenian Surabaya (DKS), mengajak tujuh narapidana (napi) dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Medaeng, Sidoarjo, untuk bermain teater dengan lakon “Rasanya Baru Kemarin.”

“Lakon yang dimainkan penghuni Rutan Medaeng yang tergabung dalam Kelompok Teater Layar itu, diangkat berdasarkan pengalaman para pemainnya itu sendiri,” kata Bendahara Umum DKS Hanif Nashrullah di Surabaya, Selasa (4/5/2010).

Aktor teater Bengkel Muda Surabaya (BMS) itu mengemukakan, napi yang tergabung dalam kelompok teater itu berasal dari beragam kasus dan ada yang baru sekali masuk sel tahanan dan ada yang berkali-kali, bahkan ada yang lebih dari lima kali.

“Lakon itu akan dipentaskan pada 6 Mei 2010 pukul 13.00 WIB dalam durasi 30 menit, namun acaranya tertutup untuk umum karena pihak keamanan Rutan belum siap mengantisipasi berbagai kemungkinan terburuk,” paparnya.

Sementara itu, sutradara “Rasanya Baru Kemarin” Zainuri mengatakan, lakon yang dimainkan itu melibatkan tujuh napi, yakni empat napi perempuan dan tiga napi laki-laki.

“Lakon yang dimainkan juga menggali dari pengalaman selama di tahanan yang merupakan tempat yang susah bagi mereka dan sehari-hari sering digunakan untuk main judi tanpa kreativitas lain,” tuturnya.

Di tahanan, kata Zainuri yang juga aktor BMS itu, mereka sering tidak stabil dan hanya memamerkan kelebihan dalam kriminalitas, seperti ada yang pernah berbuat jahat dua kali dan bahkan lima kali.

“Mereka memamerkan kejahatannya yang dilakukan dengan memotong tangan orang yang dijambret, tapi ada yang mengawali kejahatan dengan berkelahi. Di Medaeng, mereka merasa susah, kesepian, dan seperti tidak ada gunanya,” ujarnya mengungkapkan.

Tentang cerita dalam lakon “Rasanya Baru Kemarin” itu, ia mengatakan, cerita bermula dari tiga napi laki-laki yang tidak tidur karena kalah dalam berjudi.

“Akhirnya, mereka capek dan tertidur. Dalam tidurnya, ketiganya bermimpi tentang perempuan yang diidolakan dan perempuan yang diimpikan, juga perempuan sesama tahanan,” paparnya.

Namun, mereka akhirnya terbangun dan mimpi yang dirasakan bukan kenyataan. “Di Medaeng memang nggak ada malam, siang, atau sore, bahkan mimpi dan kenyataan juga hampir sama,” katanya.

Mengenai target dari latihan teater untuk napi, aktor yang pernah melatih napi di LP Blitar itu mengemukakan, dirinya ingin menetralisasikan kebekuan pemikiran para napi supaya tidak menyimpan kekerasan dan mampu menata hati.

“Dengan bermain teater, kami mengajak mereka untuk mengungkapkan uneg-uneg yang di dalam diri mereka, sehingga mereka akan bisa berhati-hati di masa datang. Mereka akan mampu melihat kesusahan sebagai sesuatu yang indah dan tidak disikapi dengan narkoba dan sejenisnya,” tutur Zainuri.


Disesalkan Ego Penegak Hukum masih Tinggi


Kamis, 06 Mei 2010 19:31 WIB

JAKARTA--MI: Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menyesalkan tingginya ego penegak hukum dalam menetapkan keadilan bagi rakyat. Masing-masing penegak hukum seakan merasa berhak memvonis tanpa mempertimbangkan kondisi terpidana secara utuh.

"Ada persoalan pengabaian ham di lembaga pemasyarakatan karena kurang terintergrasinya kinerja para penegak hukum. Ternyata masing-masing penegak hukum bersikukuh pada ego sentralnya, yang jadi korban malah rakyat kecil," kata Patrialis.


Hal tersebut diungkapkannya seusai mehadiri rapat dengar pendapat umum pansus RUU tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (6/5).

Penegak hukum tersebut lanjutnya, merasa tak bisa disalahkan atas putusan yang ditetapkan terhadap narapidana kelas teri. Masing merasa memiliki diskresi yang tinggi atau hak untuk mengecualikan aturan hukum.

"Seorang hakim misalnya, merasa dapat menghambat pemberian ekstra vonis kepada seorang narapidana. Padahal dengan tidak adanya ekstravonis, hak-hak narapidana tersebut akan hilang," sesalnya.

Menurut mantan anggota DPR tersebut, salah satu oenyelesaiannya ada pada kemauan antar penegak hukum untuk mengomunikasikan berbagai kewenangan yang dimilikinya. Ide forum antar penegak hukum mahkumjakpol, imbuhnya, merupakan salah satu upaya menekan tingginya ego penegak hukum.

"Kami ingin antisipasi, jangan lagi terjadi ada diskresi yang besar terhadap oknum tertentu karena kewenangan yang dimiliki," tegasnya

Komunikasi tersebut diingatkan Patrialis bukan sebagai langkah intervensi. Para penegak hukum tak akan diganggu kewenangannya. "Misalnya, dengan tidak diserahkannya ekstravonis oleh hakim napi jadi tak dapat remisi, asimilasi, pembebasan bersayarat, cuti hingga eksekusi keluar penjara. Ini salah. Memang sebelum memutus perkara itu independensi hakim untuk buat putusan, tapi Setelah memutus perkara, kami (kemenkumham) berhak minta ekstravonis," jelasnya. (*/OL-03)

http://m.mediaindonesia.com/

Jumat, 07 Mei 2010

Sakit Diabaikan Napi LP Cipinang Meninggal

JAKARTA--MI: Adrian Pandelaki menghembuskan nafas di depan selnya di LP Cipinang, Jakarta, Jumat (5/3), pukul 23.30 WIB. Narapidana yang tersangkut kasus LC Bank BNI 46, Kebayoran Baru, pada 2003 ini sakit dan sudah mengajukan haknya untuk mempertahankan hidup tetapi diabaikan pejabat LP Cipinang.

"Kami sudah berteriak meminta pertolongan. Tidak ada alat-alat medis untuk menolong nyawa teman kami. Tandu saja tidak ada. Kami terpaksa mengangkat bersama-sama," ungkap kawan almarhum yang juga menghuni sel 131 LP Cipinang ini kepada Media Indonesia (MI), Minggu (7/3).

Curahan kawan almarhum disampaikan saat MI membesuk rekan yang ditahan di LP Cipinang. Kawan almarhum, yang minta namanya dirahasiakan ini menuturkan, Adrian Pandelaki sudah lama menderita sakit jantung. Minggu-minggu belakangan ini, Adrian selalu sesak nafas karena udara yang pengap dan sumpek akibat AC (air conditioner/penyejuk ruangan) dicabut.

"Dia meninggal karena haknya untuk mempertahankan hidup sesuai dengan UU tidak diberikan oleh sang pejabat. Takut dipersalahkan oleh Satgas Mafia Hukum. Jabatan lebih penting daripada nyawa. Semua dipukul rata. Hati nurani pun sirna. Yang penting tidak diperiksa. Inilah gambaran umum pejabat di negeri kita. Saya ingin bertanya apakah dasar negara kita masih Pancasila?" keluhnya kepada MI.

Kawan satu sel Adrian ini menambahkan, dirinya sudah menandatangani petisi bersama 21 orang narapidana lain, antara lain adalah Syahril Sabirin (mantan gubernur Bank Indonesia) dan Nelu (mantan dirut bank Mandiri). Petisi tersebut isinya meminta hak asasi narapidana tetap dipenuhi, termasuk almarhum Adrian Pandelaki juga menandatangani petisi.

"Tiga minggu lalu sudah kami kirim ke Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar. Dijanjikan boleh memakai AC, asal ada surat dokter. Kami sudah memenuhi permintaan itu dan syarat-syarat lain yang diminta. Tapi tidak ada follow up, hingga Adrian Pandelaki mati di sini. Ini tidak manusiawi," kesalnya.

Bukan hanya permintaan pemasangan AC diabaikan, ungkapnya, sejak tiga minggu lalu, Adrian sudah mengalami sesak nafas. Ia telah mengajukan permintaan agar dapat berobat ke luar LP Cipinang, namun selalu ditolak kepala lembaga pemasyarakaran (kalapas) Cipinang.

Padahal dalam UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan sudah jelas mengatur hak dan kewajiban narapidana. Satu-satunya hak yang hilang dari narapidana itu hanya kemerdekaan fisik. Mereka tetap memiliki hak untuk mendapat informasi, makanan bergizi, beribadah, dan mendapat kesehatan layak.

Sementara itu, Kalapas Cipinang Haviluddin hingga berita ini diturunkan belum menjawab. Pesan singkat (SMS) yang dikirim MI tidak dijawab. Handphone-nya hanya menjawab 'Rekam pesan anda setelah nada berikut'. (Faw/OL-04)

Sent from my BlackBerry® powered by

http://www.mediaindonesia.com/read/2010/03/03/127830/37/5/Sakit-Diabaikan-Napi-LP-Cipinang-Meninggal