Rabu, 19 Mei 2010

Memahami Kejahatan dan Efektivitas Penjara

Pemasyarakatan adalah perlakuan terhadap pelanggar hukum yang tidak lagi semata-mata menekankan pada aspek penjeraan belaka, namun lebih merupakan suatu upaya mewujudkan reintegrasi sosial, yaitu pulihnya kesatuan hubungan hidup, penghidupan dan narapidana (warga binaan) pemasyarakatan baik sebagai pribadi, anggota masyarakat maupun sebagai insan Tuhan Yang Maha Esa.
Sumber : Suara Pembaruan

Pemasyarakatan adalah perlakuan terhadap pelanggar hukum yang tidak lagi semata-mata menekankan pada aspek penjeraan belaka, namun lebih merupakan suatu upaya mewujudkan reintegrasi sosial, yaitu pulihnya kesatuan hubungan hidup, penghidupan dan narapidana (warga binaan) pemasyarakatan baik sebagai pribadi, anggota masyarakat maupun sebagai insan Tuhan Yang Maha Esa.

Kesan masyarakat terhadap Lembaga Pemasyarakatan saat ini tak ubahnya sebagai "penjara" dengan jumlah penghuni yang melebihi kapasitas, penyebaran penyakit (HIV/AID), "pungutan liar", diskriminasi perlakuan terhadap narapidana golongan bawah dibandingkan dengan napi golongan atas, dan lain-lain. Dari hasil survei Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2008, Pemasyarakatan termasuk dalam ranking teratas dalam pelayanan publik terburuk.

Karakteristik Penjara

Sykes dan Messinger (1967) menjelaskan, persoalan utama di dalam lingkungan sosial penghuni penjara adalah bertemunya narapidana dengan penjahat-penjahat yang lain. Para pembunuh, pemerkosa, pencuri, orang-orang kepercayaan (confidence men), dan penyimpangan seksual. Mereka adalah rekan-rekan tetap para penghuni penjara, yang diakrabi dan kemungkinan untuk menjadi residivis menjadi mantap.

The worst thing about prison is you have to live with other prisoners (Hal yang paling buruk dari penjara adalah Anda hidup di antara penjahat-penjahat).

Sykes juga menjelaskan, bahwa pemenjaraan menimbulkan sejumlah "derita" (the pains of imprisonment) bagi narapidana, yaitu kehilangan kemerdekaan (loss of liberty), kehilangan atas pemilikan barang dan pelayanan (loss of goods and seni-ces), kehilangan hubungan heteroseksual (loss of heterosexual relationship), kehilangan otonomi (loss of autonomy), kehilangan rasa aman (loss of security).

Selanjutnya, Sykes menjelaskan, di satu sisi, gerak populasi narapidana justru membuat persoalan di dalam penjara menjadi akut. Di sisi lain, karakteristik penjara didominasi oleh suatu sistem nilai yang berupa kode pergaulan (inmate code) yang tercipta secara khusus, sebagai jalan keluar untuk mengurangi "derita-derita" pemenjaraan di antara para narapidana dan dalam berhadapan dengan petugas.

Kehidupan di dalam penjara adalah kehidupan yang antagonis. Cressey menjelaskan, bahwa organisasi sosial di dalam penjara pada dasarnya terdiri dari susunan tindakan ratusan orang yang disinkronisasikan. Mereka adalah sejumlah pegawai dan narapidana yang saling membenci, saling hormat dan menyayangi, saling berjuang secara fisik dan psikologis, dan saling bersaing untuk diperlakukan baik, mengejar prestise, kekuasaan dan uang. "Organisasi sosial" penjara merupakan fenomena kompleks dengan aspek-aspek yang hampir tidak kelihatan dan sangat halus. Rencana-renca-na organisasi yang menunjukkan sederetan wewenang dan hubungan di antara jabatan petugas, tetapi kadang-kadang tidak menunjukkan organisasi kelembagaan yang nyata, khususnya tentang siapa sebenarnya yang mempunyai wewenang nyata, atau siapa mempengaruhi siapa.

Altematif Solusi

Salah satu dari Sepuluh Prinsip pemasyarakatan menegaskan bahwa, "Negara tidak berhak membuat orang menjadi lebih buruk/jahat daripada sebelum ia dipenjarakan/masuk lembaga", maka penggunaan bangunan untuk memenjarakan orang hams dibatasi penggunaan nya kepada mereka yang, kalau tidak dipenjarakan, akan merupakan bahaya besar bagi masyarakat. Hal ini dapat terjadi bila hukum pidana baik yang substantif maupun prosedural, diorientasikan dalam orbit yang societal (berbasis masyarakat) dan tidak kaslodial (bersifat menahan).

Perbedaan antara kehidupan "dalam penjara" dankehidupan "luar penjara" harus diminimalkan. Penurunan perbedaan ini sangatlah penting jika menginginkan para tahanan/narapidana yang dibebaskan dapat menyesuaikan diri dengan baik dalam masyarakat. Kondisi ini hanya dapat dicapai bila manajemen pemasyarakatan keluar dari ketertutupannya.

Sejalan dengan berkembangnya wacana tentang paradigma tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), selayaknya kebijakan pemasyarakatan tidak lagi hanya menjadi domain pemerintah (melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan), namun memberi peluang bagi dibukanya keterlibatan swasta dalam proses pembinaan dalam bentuk penciptaan aktivitas ekonomi bagi narapidana di lembaga pemasyarakatan.

Untuk itu, diperlukan res-ponsivitas dari semua stakeholder atas kebijakan pemasyarakatan untuk mendukung kesinambungan kemanfaatan kebijakan pemasyarakatan bagi kemaslahatan hidup warga negara dalam mewujudkan tujuan-tujuan pemasyarakatan melalui kegiatan dengan partisipasi masyarakat yang lebih tinggi.

Dengan proses penyelarasan tersebut, identifikasi kondisi yang ada dalam manajemen pemasyarakatan merupakan titik awal yang harus dilakukan secara menyeluruh. Di samping itu, tuntutan akan peran lapas dalam mengantisipasi kecenderungan perubahan kondisi lingkungan di luar lapas perlu didorong secara saksama.

Sistem Peradilan Pidana dalam arti luas juga dituntut Ipengertiannya bahwa kejahatan bukanlah fenomena pelanggaran hukum saja, agar kecenderungan memidanakan (memenjarakan) dapat diminimalisasi.

Kejahatan adalah suatu ketentuan mengenai perilaku manusia yang diciptakan oleh golongan berkuasa dalam masyarakat yang secara politis terorganisasi. Dalam pengertian ini pembuat undang-undang, polisi, jaksa, dan hakim yang mewakili segmen-segmen masyarakat bertanggung jawab menentukan dan menegakkan hukum (pidana).

Dari sudut pandang ini dapat dihindari "perspektif klinis" yang melihat pada kualitas tindakan dan menganggap kejahatan sebagai patologi individual. Crime is created, dalam arti kejahatan pada hakikatnya bersumber pada struktur masyarakat yang bersangkutan, demikian kata Richard Quenney.

Oleh karena itu, kegagal-an-kegagalan dan malafungsi sosial dalam masyarakat seperti pengangguran, diskriminasi, ketidakseimbangan di bidang ekonomi, kehidupan kota yang berdesak-desakan, dan sebagainya, mempengaruhi kehidupan anggota masyarakat banyak dan menciptakan status sosial dan menimbulkan kejahatan. Inilah yang lebih penting untuk diperhatikan daripada tetap menganggap penahanan dan pemenjaraan adalah cara yang paling efektif dalam memerangi kejahatan.

Penulis adalah Kriminolog Ul, Dewan Ahli Persatuan Narapidana dan Mantan Narapidana Indonesia.

http://hukumham.info/index.php?option=com_content&view=article&id=2401:memahami-kejahatan-dan-efektivitas-penjara&catid=17:suarapembaca


0 komentar:

Posting Komentar