PERSATUAN NARAPIDANA INDONESIA

Persatuan Narapidana Indonesia, mencoba menyuarakan secara profesional hak-hak dan kewajiban narapidana di Indonesia. Berdasarkan Undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia

PANGLIMA DENSUS 86 LAPAS KLAS I CIPINANG

Kebersamaan yang dibangun antara narapidana dengan petugas Lapas, dalam rangka PEMBINAAN KEPRIBADIAN sebagai wujud pelaksanaan Undang-Undang Pemasyarakatan

KAMI ADALAH SAUDARA, SEBAGAI ANAK BANGSA INDONESIA

Dalam Kebersamaan peringatan Hari Proklamasi Republik Indonesia 17 Agustus 2006, Kami sebagai anak bangsa, juga ingin berperan aktif dalam mengisi pembangunan di Indonesia

Artis Ibukota berbagi Keceriaan dan Kebahagiaan bersama Narapidana Indonesia

Bersama Artis Ibukota, mereka yang mau peduli dan berbagi kebahagiaan bersama narapidana dalam rangka perayaan Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

RANTAI REMISI KORUPTOR

Soal ini memang topik lama, bahkan mungkin topik usang. Telah banyak cerdik pandai memberi komentar. Namun kebijakan remisi (pengurangan hukuman) terhadap narapidana, tidak bisa dibatalkan, sebab diatur dalam UU 12/1995 tentang Pemasyarakatan.

Rabu, 19 Desember 2007

Narapidana di Lapas Cipinang Kini Bisa Kuliah

Jakarta, hukumham.info--Narapidana (napi) dan tahanan penghuni lembaga pemasyarakatan (lapas) Cipinang, Jakarta, kini bisa kuliah di dalam lapas. Hari ini Lapas kelas 1 Cipinang bekerjasama dengan Universitas Bung Karno membuka Fakultas Hukum di Lapas Cipinang.

Peresmian Fakultas Hukum Universitas Bung Karno di Lapas Cipinang di Ruang Serba Guna Gd.2 lt.2 Lapas Klas 1 Cipinang pada Jumat siang dibuka oleh Kakanwil Departemen Hukum dan HAM (Depkumham) DKI Jakarta. Turut memberikan sambutan pada peresmian adalah Kepala Lapas Cipinang Havilludin dan Rektor Universitas Bung Karno.

Usai peresmian, mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mulyana W. Kusuma memberikan kuliah umum kepada para napi dan petugas lapas. Mulyana, yang pernah merasakan tinggal di penjara berbagi cerita sekaligus memberikan motivasi kepada narapidana.

Kepala Lapas Cipinang Havilludin menjelaskan, Fakultas Hukum Universitas Bung Karno dibuat untuk memberikan pembinaan kepada napi guna meningkatkan keterampilan dan pengetahuan agar mendapatkan kesempatan yang sama dengan yang lain.

Menurut Havilludin, proses pembelajaran ini dimulai ketika para napi dalam waktu longgar. “Siang hari adalah waktu yang pas untuk para napi belajar. Tidak ada syarat khusus untuk bisa belajar di sini karena siapa pun orangnya berhak mendapatkan pendidikan yang sama. Para napi akan mendapatkan pengajaran dari pengajar Universitas Bung Karno,” kata Havilludin.

Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Lembaga Pemasyarakatan (Ditjen Lapas) Akbar Hadi Prabowo mengemukakan bahwa hampir di seluruh lapas telah memiliki sekolah pembinaan untuk para napi. Sekolah yang telah berlangsung cukup lama ini terselenggara hasil kerjasama antara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Depkumham dengan Direktorat Jenderal Pendidikan luar Sekolah Depdiknas, kegiatan ini disebut program kegiatan belajar mengajar (PKBM) bagi napi.

PKBM memiliki paket A untuk yang tidak lulus SD, paket B untuk yang tidak lulus SMP, dan paket C untuk yang tidak lulus SMA. “Para napi bebas memilih program yang sesuai dengan background pendidikannya guna mendapatkan kesetaraan pendidikan,” ujar Akbar. Sementara program kuliah di Lapas Bekasi dan Lapas Yogya sudah meluluskan alumni Diploma III dan Strata I.

Melalui program ini, lapas mengupayakan agar para napi dan tahanan dapat dibina dengan lebih baik dari sebelumnya. Lapas juga menyediakan tempat serta berbagai fasilitas untuk para napi, seperti ruang pembinaan, ruang olahraga, dan ruang kursus keterampilan dan sebagainya.

Dengan adanya Fakultas Hukum ini, Akbar berharap agar rekan-rekan alumni napi yang mempunyai kapasitas atau kemampuan di bidang tertentu dapat memberikan sumbangsih berupa hasil karya yang selama ini telah dipelajari. “Kami juga berharap agar masyarakat bisa menerima dengan baik para alumni lapas,” kata Akbar.

http://hukumham.info/index.php?option=com_content&task=view&id=439&Itemid=43


Jumat, 14 Desember 2007

Kuliah Hukum di Lapas Cipinang

Jakarta, hukumham.info-- Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas-1 Cipinang membuka kelas kuliah program ilmu hukum bagi narapidana dan petugas Lapas. Program yang bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Bung Karno (UBK) ini akan menjadi wadah bagi para narapidana untuk dapat terus melanjutkan pendidikan, walaupun berada di balik tembok lapas.

Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Provinsi DKI Jakara Didin Sudirman mengatakan, program ini adalah salah satu bentuk partisipasi masyarakat yang patut dihargai dan dicontoh.

Didin menambahkan bahwa kalau ingin menciptakan Lapas yang ideal harus bertumpu kepada partisipasi, peran serta, dukungan dan kontrol masyarakat terhadap lapas. “Keberhasilan lapas bertumpu pada partisipasi masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu Kelapa Lapas Cipinang, Havilludin, menjelaskan prakarsa dibukanya program ini salah satunya berasal dari wargabinaan (narapidana) Lapas Cipinang. Secara fisik, mental, dan pikiran narapidana mempunyai hak untuk menambah pengetahuan. “Lapas itu juga adalah lembaga pendidikan. Inilah yang sedang kami lakukan,” ujar Havilludin.

Menurut Havilludin, para mahasiswa nantinya akan diajar oleh dosen-dosen di Fakultas Hukum UBK. Salah satu mata kuliah juga akan diasuh oleh Rektor UBK. ”Saat ini sudah 57 orang yang mendaftar dan 35 di antaranya sudah menyelesaikan syarat administratif,” jelas Havilludin.

Pada acara pembukaan kelas hukum ini, hadir juga Ketua Asosiasi Narapidana Rahadi Ramelan, para pengajar UBK, dan calon mahasiswa program ilmu hukum di Lapas Cipinang. Salah satu mahasiswa adalah Eurico Gueteres (tokoh pejuang pro integrasi). Pada acara ini juga digelar seminar hukum yang menghadirkan narasumber Mulyana W. Kusumah dan Dekan Fakultas Hukum UBK Houtlan Napitupulu.

Walaupun berada di balik tembok lapas dan kehilangan kebebasannya, para narapidana di Lapas Cipinang tetap bisa memperoleh haknya yang lain, yaitu pendidikan dan hak memperoleh ilmu pengetahuan. Didin mengharapkan program seperti ini juga diikuti oleh lapas-lapas yang lain.


http://hukumham.info/index.php?option=com_content&task=view&id=440&Itemid=43


Kamis, 13 Desember 2007

Partisipasi Masyarakat untuk Mengurangi Beban Lapas

Selasa, 11 Desember 2007

Jakarta, hukumham.info--Partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk memecahkan persoalan dan mengurangi beban lembaga pemasyarakatan/rumah tahanan (lapas/rutan). Masalah ini harus menjadi perhatian nasional, antara lain melalui pembentukan lembaga yang berperan sebagai pemantau keadaan lapas/rutan.

Dirjen HAM Departemen Hukum dan HAM Harkristuti Harkrisnowo mengemukakan pentingnya partisipasi masyarakat pada seminar peringatan hari HAM internasional. Peringatan yang mengambil tema ”Perlindungan Narapidana dalam Perspektif HAM” ini berlangsung di Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jakarta (10/11).

Menurut Harkristuti, saat ini sedang dilakukan pengkajian tentang RUU Pemasyarakatan. ”Saat ini sedang dikaji, ada update (RUU ini sudah ada sejak 2005) yang berkaitan dengan bagaimana peran pemantauan, dan apakah prinsip-prinsip HAM sudah masuk seluruhnya dalam rancangan.”

Di ranah publik dan legislatif, masalah lapas/rutan selalu menjadi perbincangan, tetapi tindak lanjutnya belum ada. ”Mungkin nanti dibangun satu lembaga yang mempunyai kewenangan untuk memonitor keadaan dari lapas/rutan,” kata Harkristuti, anggota tim yang memberi catatan terhadap RUU Pemasyarakatan. Selain itu, anggaran buat lapas/rutan yang kecil juga harus menjadi perhatian.

RUU Hukum Acara Pidana (HAP) juga akan dicoba diatur bagaimana persyaratan untuk penahanan, yang nantinya harus melalui hakim komisaris. Selain untuk orang yang tertangkap tangan, semua penahanan harus mendapat surat penahanan dari pengadilan.

Harkristuti mengatakan, nantinya dalam RUU HAP juga akan ada alternatif-alternatif hukum pidana. ”Jadi bukan hanya penjara. Hukumannya bisa kerja sosial, bisa ganti rugi,” katanya. Ide ini, menurutnya, untuk mengurangi beban lapas/rutan. ”Kaitannya bukan hanya kepada Direktorat Pemasyarakatan (Ditjen PAS), melainkan juga dengan kepolisian dan hakim.”

Seminar menghadirkan narasumber Harkristuti Harkrisnowo (Dirjen HAM), Moh. Sueb (Direktur Bina Registrasi dan Statistik Ditjen Pemasyarakatan), Rahadi Ramelan (Asosiasi Narapidana), dan Baby Jim Aditya (LSM HIV/AIDS). Pada peringatan hari HAM sedunia yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal HAM, Depkumham juga menggelar pemutaran film dan pameran hasil karya para narapidana.


http://hukumham.info/index.php?option=com_content&task=view&id=419&Itemid=43


Hak yang Hilang dari Narapidana Hanya Kebebasannya

Senin, 10 Desember 2007

Jakarta, hukumham.info--Hak yang hilang dari seorang narapidana hanyalah kebebasannya, sedangkan hak-hak yang lain tidak. Tindakan penghukuman pada esensinya adalah suatu upaya agar terpidana dapat kembali ke masyarakat.

Demikian diungkapkan Menteri Hukum dan HAM, Andi Mattalatta pada peringatan hari HAM sedunia yang berlangsung di Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jakarta (10/11). Andi mengatakan, sudah selayaknya hak narapidana sama dengan hak perorangan pada umumnya. “Yang hilang cuma kebebasan dia (narapidana) yang lain tidak,” ujar Andi.

Selain itu, aturan standar minimum harus dijadikan sebagai berometer dalam akses pemenuhan hak asasi narapidana dan juga sebagai panduan umum bagi petugas lapas dalam memberikan pelayanan terhadap narapidana.

Andi mengatakan, "Perlindungan Narapidana dalam Perspektif HAM" yang menjadi tema hari HAM bertujuan untuk menanamkan kesadaran yang tinggi pada pemangku kepentingan akan makna penting dari pemenuhan hak narapidanan yang terabaikan dalam penjara.

Yang menjadi kendala, menurut Andi, adalah masalah over kapasitas yang banyak terjadi di lapas/rutan di Indonesia yang membuat bukan hanya kebebasan narapidana yang hilang tetapi hak-hak lain. Dengan kondisi ini, narapidana mungkin saja mendapat perlakuan kasar antar sesama narapidana, maupun petugas lapas, rentannya penyebaran HIV/AIDS dan faktor kesehatan lainnya.

Program utama lapas adalah bagaimana membangun sistem manajemen lapas yang baik dengan keterbatasan yang ada di lapas. Salah satunya daya tampung lapas/rutan yang tidak berimbang dengan penghuni lapas/rutan dan juga rasio jumlah petugas lapas dengan narapidana yang sangat tidak berimbang. “Namun, kita (Depkumham) tidak boleh mengeluh dengan kondisi ini. Yang penting, bagaimana membangun sebuah sistem manajemen dengan keterbatasan seperti ini,” kata Andi.

Data dari Direktorat Pemasyarakatan jumlah narapidana/tahanan sampai Juli 2007 sebanyak 130.832 sedangkan kapasitas lapas/rutan hanya sanggup menampung sebanyak 81.384 narapidana/tahanan atau mengalami over kapasitas hampir 45 persen dengan jumlah petugas pemasyarakatan hanya 24.130 orang.

Selain seminar yang menghadirkan narasumber Harkristuti Harkrisnowo (Dirjen HAM), Moh.Sueb (Direktur Bina Registrasi dan Statistik Ditjen Pemasyarakatan), Rahadi Ramelan (Asosiasi Narapidana) dan Baby Jim Aditya (LSM HIV/AIDS), pada peringatan hari HAM sedunia yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal HAM, Depkumham juga menggelar pemutaran film dan pameran hasil karya para narapidana.

Seusai membuka seminar, Menkumham melihat hasil karya wargabinaan (narapidana) seperti tas, pajangan, baju, furnitur dan hasil industri rumah lainnya. Menkumham juga membeli beberapa hasil karya para narapidana dan berbincang dengan para narapidana yang ikut hadir memamerkan hasil karyanya.


http://hukumham.info/index.php?option=com_content&task=view&id=413&Itemid=43

Hak Narapidana Kelas ‘Kakap’ Dibatasi

Surat Edaran Dirjen Permasyarakatan mempersempit ruang bagi napi tertentu untuk mendapatkan remisi. PP No. 28/2006 sudah mengatur pembatasan hak narapidana kelas ‘kakap’. Bahkan cuti mengunjungi keluarga dihapuskan.

Menteri Hukum dan HAM, Andi Mattalata menegaskan bahwa pembatasan remisi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2006 hanya berlaku bagi narapida yang belum pernah mendapat remisi. “Kalau sudah pernah mendapat remisi terus distop, melanggar HAM orang,” terangnya beberapa waktu lalu.

PP tersebut menggantikan PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Merujuk pada PP tersebut, pembatasan remisi atau pengurangan hukuman itu tidak berlaku terdahap terpidana korupsi, teroris, bandar atau produsen narkotika dan obat-obatan terlarang, pelaku makar, pembunuhan massal, penyiksaan, penghilangan orang, pembalakan liar, penjualan orang, kejahatan dunia maya, dan pencucian uang, dilakukan dengan lebih ketat.

Khusus bagi narapidana korupsi pembatasan itu hanya berlaku jika pelakunya adalah penegak hukum, penyelenggara negara dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penegak hukum dan penyelenggara negara. Selain itu, kasusnya juga mendapat perhatian dan meresahkan masyarakat, serta menyangkut kerugian negara paling sedikit satu milyar rupiah.

Hal itu kemudian dikuatkan melalui Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Untung Sugiyono yang dikeluarkan dan berlaku sejak Oktober 2007.

Namun demikian, hak terpidana untuk mendapat remisi tidak hilang sama sekali. “Mereka baru mendapat remisi kalau sudah menjalani sepertiga dan berkelakuan baik,” terang Andi. Ia melanjutkan sebelumnya, walaupun belum sepertiga, sudah menjalani sembilan bulan sudah bisa mendapat remisi.

Dalam penjelasan PP tersebut dipaparkan bahwa kejahatan tersebut dinilai mengakibatkan kerugian yang besar bagi negara dan masyarakat. Oleh karena itu pemberian remisi perlu disesuaikan dengan dinamika dan rasa keadilan masyarakat. Begitu pula dengan pemberian hak asimilasi, cuti menjelang bebas (CMB) dan pembebasan bersyarat.

Pasal 42A PP ayat (3) PP No. 28/2006 menyebutkan bahwa terhadap narapidana ‘kakap’ tersebut diatas, CMB bisa diberikan jika narapidana tersebut telah menjalani sekurang-kurangnya dua pertiga masa pidana. Asal masa pidana tersebut tidak kurang dari sembiilan bulan. Artinya setelah menjalani sembilan bulan penjara, masa duapertiganya baru dihitung.

Tidak hanya itu, berkelakuan baik selama menjalani masa pidana juga menjadi persyaratan. CMB itu hanya diberikan paling lama tiga bulan jika mendapat pertimbangan dari Dirjen Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM. Bagi narapidana biasa mendapat bonus CMB hingga enam bulan.

Hal yang sama juga berlaku bagi pemberian pembebasan bersyarat yang diatur dalam Pasal 43 ayat (4) PP ayat (3) PP No. 28/2006. Sementara menurut Pasal 38 ayat (4) PP No. 28/2006 asimilasi bisa diberikan kepada narapidana tersebut jika sudah menjalani masa duapertiga masa pidana. Padahal untun narapidana biasa dan anak pidana, asmiliasi diberikan jika sudah menjalani setengah masa pidana.

Selain mengatur tentang pembatasan hak narapidana ‘khusus’ itu, PP tersebut juga menghilangkan hak yang biasa diberikan kepada narapidana lain. Dalam Pasal 41 ayat (3) disebutkan bahwa cuti mengunjungi keluarga tidak diberikan kepada narapidana tersebut.

http://hukumonline.com/detail.asp?id=17860&cl=Berita