Indonesia Corruption Watch (ICW) menolak adanya rencana narapidana (napi) dapat mencalonkan diri menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada pemilu 2009 nanti.
JAKARTA (SINDO) –Koordinator Bidang Korupsi Politik ICW Ibrahim Fahmi Badoh menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pencalonan mantan napi jadi wakil rakyat. Menurut dia, politikus di negara yang sedang menuju transisi ke demokrasi yang dewasa, membutuhkan orangorang yang tidak mempunyai cacat hukum.
Politikus yang cacat hukum akan membuat kepentingan umum akan makin terpinggirkan dalam pembuatan kebijakan.“Bukan berarti setelah menjalani hukuman kemudian persoalan cacat hukum itu selesai. Tindak pidana, itu berarti ada pelanggaran hukum yang menyangkut kejahatan publik. Jadi kalau mereka telah melakukan hal itu,sangat mungkin mereka tidak akan mengindahkan kepentingan- kepentingan publik.Ini berbahaya bagi publik jika ada politikus seperti ini lolos ke Senayan,” jelasnya.
Fahmi menambahkan,penolakan terhadap wacana tersebut juga didasarkan pada masih belum bersihnya sistem peradilan kita. Dalam pandangan ICW, sistem peradilan di Tanah Air masih mudah diintervensi oleh kekuasaan dan uang.
“Dua hal ini kan dekat dengan para politikus. Kalau mereka sebelumnya cacat hukum, akan makin runyam persoalan,”sebutnya.
Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala berpendapat, usulan DPR yang memperbolehkan seorang mantan napi menduduki jabatan anggota DPD dinilai tidak realistis dan perlu dipertanyakan dasar argumennya. Menurut Adrianus, melonggarkan sebuah aturan seharusnya diikuti dasar-dasar yang kuat.
“Ini sebuah usulan yang tidak masuk akal. Seakan-akan di negeri ini sudah tidak ada SDM yang layak sampai-sampai memberi kelonggaran seorang mantan napi menduduki jabatan publik,” katanya kepada SINDO,tadi pagi.
Dari sisi psikis, seseorang yang pernah mengenyam sel penjara apalagi dalam waktu yang cukup lama, akan banyak mendapat kesulitan jika harus duduk di jabatan publik.Selain kurang percaya diri, penolakan juga akan datang dari masyarakat. “Memang kesalahan mereka sudah ditebus dengan hukuman di penjara. Tapi pengaruh penjara akan membekas di ingatan seseorang. Belum lagi nantinya akan mendapat penolakan dari masyarakat,” katanya.
Dia berasumsi, untuk dapat menduduki jabatan publik, seseorang harusnya memenuhi beberapa unsur. Selain tidak bertentangan dengan aturan legal formal juga tidak mendapat penolakan dari masyarakat. “ Tentu sebuah kemunduran jika DPR kembali berpikir persoalan itu,”katanya.
Sementara itu, anggota komisi II DPR Chozin Chumaidy mengatakan, hak politik mantan narapidana tidak perlu dikekang karena melanggar hak asasi manusia. Sebab, setiap warga negara yang telah selesai menjalani masa hukuman,dia berhak dipilih sebagai anggota DPD.
“Orang yang sudah selesai menjalani hukumannya, maka dia sudah mempunyai hak berpolitik yang sama dengan warga negara lain.” Wakil Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menilai, mantan napi punya hak untuk dipilih sebagai anggota DPD.
Chozin menyebutkan, tidak adil jika seseorang yang sudah selesai menjalani hukuman tidak diperbolehkan mencalonkan diri sebagai anggota DPD . Lebih lanjut, jelas Chozin, seharusnya masyarakat yang berhak memberikan penilaian apakah mantan napi berhak menjadi anggota DPD atau tidak.
”Terpilihnya mantan napi sebagai anggota DPD tergantung dari pemilihan umum.Dan rakyatlah yang berhak menentukannya,”katanya.
Pakar Psikologi dari Universitas Muhamadiyah Yogyakarta (UMY),Khaeruddin Bashori menilai, usulan diperbolehkannya mantan napi menjadi calon DPD sebaiknya dipertimbangkan. Karena berhubungan langsung dengan kematangan kompetensi dan kejiwaan seseorang.
’’Masyarakat harus lebih berhati- hati dengan track record apakah dia sudah insaf atau belum. Karena itu,syarat menjadi anggota DPD harus benar-benar diperketat apakah dia memiliki kompetensi tertentu,”kata Khaeruddin.
Menurut Khaeruddin,permasalahan utama dari mantan napi kejiwaan. Artinya, apakah mereka bisa lolos dalam kualifikasi pencalonan. Hal itu yang menjadi persoalan untuk bahas terlebih dahulu sebelum melangkah lebih jauh.Namun, ujar Khaeruddin,semuanya dikembalikan pada wakil rakyat.’’Merekalah yang akan menentukan diperketat atau tidaknya syarat pencalonan tersebut,’’ paparnya.
Namun, jelas Khaeruddin, hal tersebut sangat tergantung pada pribadi yang bersangkutan, apakah para mantan napi tersebut benarbenar berubah atau masih ada persoalan kejiwaan menyangkut pribadinya. (purwadi/ekobudiono/ arifbudianto/helmi firdaus)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/nasional-sore/icw-tolak-pencalonan-mantan-narapidana.html
0 komentar:
Posting Komentar