Jakarta--RRI-Online, Undang-Undang Partai Politik dan UU Pemilu, yang Rancangan Undang-undang (RUU)-nya kini sedang dibahas di DPR, harus betul-betul demokratis dan berpihak kepada rakyat.
"Kedua UU itu nantinya tidak boleh memihak kepada siapapun, kecuali berpihak kepada rakyat dan menjamin hak-hak demokratis setiap orang," kata Ketua Umum DPP Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN) Brigjen TNI (Purn) Tarida Sinambela S.IP kepada pers di Jakarta, Sabtu (29/9).
Dengan demikian, katanya, kedua UU itu diharapkan tidak dimaksudkan melalimi partai-partai politik baru, tetapi justru menciptakan persaingan sehat, yang semua diarahkan untuk kepentingan rakyat.
Sinambela menandaskan, partainya telah berkomitmen bahwa selama apa yang dirumuskan dalam UU Parpol maupun UU Pemilu betul-betul demokratis, tidak memihak, tidak bermaksud melalimi, berpihak kepada rakyat, dan menjamin hak-hak demokratis rakyat akan didukung.
"Kami sudah berkomitmen untuk mendukung hasil terbaik yang diputuskan DPR dalam UU itu nanti, sepanjang tidak bertentangan dengan kriteria-kriteria yang kami sebutkan tadi," katanya setelah memberikan santunan berupa bingkisan Lebaran dan sejumlah uang kepada sekitar 500 warga Pondok Bambu, di mana kantor pusat partai tersebut berada.
"Kami berusaha loyal kepada UU yang diputuskan DPR. Sebelum memimpin, kami siap untuk dipimpin," kata Sinambela berkelakar.
Selain memberikan santunan berupa bingkisan, para pengurus DPP PPRN juga mengadakan acara buka puasa bersama anak-anak yatim, para duafa, dan orang-orang lanjut usia di kantor pusat partai itu.
Seorang pemuka masyarakat setempat pada kesempatan itu menyatakan terimakasih atas kepedulian PPRN selama ini, antara lain memberikan bantuan dan pengobatan gratis saat daerah sekitarnya dilanda banjir beberapa waktu lalu.
PPRN saat ini sudah membentuk Dewan Pimpinan Daerah (DPD) di 33 provinsi dan 420 DPD tingkat kabupaten/kota. "Saat ini kader dan anggota PPRN sudah sampai ke desa-desa dan kecamatan," katanya.
Ditanya mengenai perdebatan calon legislatif (caleg) bekas napi di DPR, Sinambela mengatakan, hal itu harus dilihat dulu konteksnya.
"Kalau mantan napi korban politik tak boleh ikut sebagai caleg pemilu itu jelas tidak adil, tapi jika mantan napi koruptor, pemerkosa, sebaiknya kita tolak, karena mereka akan menjadi pemimpin dan panutan bangsa. Karena itu, pemimpin masa depan harus didasari moral yang bersih dan kuat," ujarnya.
Sinambela menegaskan, seorang napi pada dasarnya tak pernah kehilangan hak demokrasinya untuk memilih dan dipilih, namun semua itu harus mengacu pada moralitas, karena caleg adalah calon pemimpin bangsa. (WD)
http://www.rri-online.com/modules.php?name=Artikel&sid=33186
0 komentar:
Posting Komentar