Minggu, 16 September 2007

Mengendalikan Pabrik Ekstasi dari Lapas


Inilah dampak kemajuan zaman. Sebuah pabrik ekstasi bisa beroperasi berkat kerja sinergi dari manusia-manusia yang terpisah tembok penjara.

Direktorat Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Jawa Timur baru-baru ini membongkar pabrik ekstasi—sejenis narkoba yang populer di kalangan para pencandu di kota-kota besar—di Jalan Manyar Sabrangan, Surabaya. Hebatnya lagi, pabrik obat terlarang ini didirikan oleh sejumlah narapidana (napi) dari tiga lembaga pemasyarakatan (lapas) lewat telepon genggam (handphone/HP).

"Modusnya tergolong baru karena produksi di luar penjara, tetapi cara meracik dikendalikan para napi dari tiga lapas melalui handphone. Mereka semua pemain lama," kata Direktur Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) Komisaris Besar Coki Manurung di Surabaya, Kamis pekan lalu.

Pengendali pabrik ekstasi di Jalan Manyar Sabrangan, Surabaya, adalah Kurniawan Jeri (30) dari Lapas Sidoarjo dengan dibantu Rizal (28), yang mengelola "pabrik" Manyar Sabrangan.

"Kurniawan Jeri mengajari Rizal lewat HP. Sedangkan racikan ekstasi diperoleh Kurniawan Jeri dari Gunawan Sukyatno yang menjalani hukuman tujuh tahun di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Surabaya di Medaeng," katanya.

Bahan bakunya? Ternyata berasal dari dokter Welly (44) yang mendekam di Lapas Pamekasan, Madura. Welly merupakan residivis yang pernah sekali ditangkap Polwiltabes Surabaya dan dua kali ditangkap Polda Jatim.

"Jadi, Rizal merupakan kurir yang mengelola pabrik ekstasi di Manyar Sabrangan dengan pengendali napi di Lapas Sidoarjo serta mengambil bahan baku milik napi di Lapas Pamekasan," kata Manurung.

Tiga tersangka lainnya adalah Johanes (54) dan Joko (40) yang berasal dari Rutan Medaeng, tetapi keduanya pernah satu blok di Rutan Medaeng dengan Kurniawan Jeri yang sekarang berada di Lapas Sidoarjo.

"Ada juga tersangka Amir yang berada di Lapas Sidoarjo, tetapi perannya masih kami kembangkan karena masih ada dua buron lagi yang hingga kini belum tertangkap. Yang jelas, kami dibantu Kepala Lapas Sidoarjo, Kepala Lapas Pamekasan, dan Kepala Rutan Medaeng dalam pembongkaran jaringan itu," kata Coki Manurung menegaskan.

Ditanya tentang waktu pabrik ekstasi Manyar Sabrangan beroperasi, ia menyatakan, tujuh tersangka itu sudah melakukan bisnis ekstasi sejak Desember 2006.

"Dalam sepekan, mereka bisa dua kali panen dengan setiap kali panen bisa memproduksi 150 gram ekstasi sehingga hasilnya dapat mencapai Rp 1 miliar dalam sebulan," katanya.

Tentang barang bukti yang disita dari pabrik ekstasi di Jalan Manyar Sabrangan, Surabaya, ia menuturkan, 1.028 butir ekstasi dan 62,3 gram sabu.

"Kami menemukan bahan-bahan itu dari ruang tamu kontrakan Rizal di Jalan Manyar Sabrangan, Surabaya, termasuk buku tabungan, kartu ATM, dan seperangkat alat produksi," katanya.

Namun, lanjutnya, pihaknya juga menemukan sejumlah barang bukti dari dalam tiga lapas, yakni di dalam Rutan Medaeng, Lapas Sidoarjo, dan Lapas Pamekasan.

"Dengan bantuan Kepala Lapas Sidoarjo, kami menemukan barang bukti berupa tiga bungkus ekstasi seberat 2,5 gram, lima butir pil ekstasi HF, dua alat bong, enam HP, dan seperangkat alat isap," katanya.

Di Lapas Pamekasan, katanya, pihaknya menemukan serbuk bahan ekstasi dalam tiga tempat yang beratnya 2,3 gram, 0,7 gram, dan 0,3 gram. Adapun dari Rutan Medaeng ditemukan 0,3 gram serbuk ekstasi, 3 butir ekstasi, 12 butir ekstasi HF, bong, alat isap, dan empat telepon genggam. Waduh...! (Antara)

http://www.kompas.com/


0 komentar:

Posting Komentar