Sabtu, 05 Mei 2007

HASIL TEST NARKOBA NAPI POSITIF, DOKTER DIANIAYA, KEPALA “PENJARA” TIDAK MELINDUNGI


Kehadiran tenaga kesehatan/dokter di lembaga pemasyarakatan (“penjara”) sangat dibutuhkan, sebagaimana yang disepakati oleh Kongres PBB pertama di Jenewa tahun 1955, ...


... dan disetujui oleh Dewan Ekonomi dan Sosial dengan resolusi 663 C (XXIV) 31 Juli 1957 dan resolusi 2076 (LXII) 13 Mei 1977, mengenai pelayanan kesehatan yakni :
Peraturan 22 (a): “Pada setiap lembaga harus tersedia pelayanan-pelayanan, paling sedikit satu orang pejabat kesehatan yang memenuhi syarat dimana harus memiliki beberapa pengetahuan psikiatri. Pelayanan kesehatan harus diorganisir dalam hubungan yang dekat dengan administrasi kesehatan umum masyarakat atau negara…”

Peraturan 24: “Para petugas kesehatan harus melihat dan meneliti setiap narapidana sesegera mungkin sesudah penerimaannya dan selanjutnya bila perlu, dengan tujuan terutama untuk penemuan penyakit jasmani dan penyakit mental dan pengambilan semua tindakan yang perlu, pemisahan narapidana yang diduga terjangkit penyakit infeksi atau menular, pencatatan kelemahan-kelemahan jasmani atau mental yang mungkin menghambat rehabilitasi dan penentuan kemampuan jasmani setiap nara pidana untuk bekerja”.

Peraturan 25 (a): “Petugas kesehatan harus merawat kesehatan jasmani dan mental nara pidana”.

Peraturan 25 (b): “Petugas kesehatan harus melaporkan kepada direktur lembaga setiap waktu bila dia menganggap bahwa kesehatan jasmani dan mental seorang narapidana sudah atau akan secara membahayakan”.

Peraturan 26 (a): “Petugas kesehatan harus secara teratur memelihara dan memberi nasihat kepada direktur lembaga (Kepala Lapas/Rutan) mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan masalah kesehatan narapidana”.

Peraturan 26 (b): “Direktur (Kepala Lapas/Rutan) harus mempertimbangkan berbagai laporan dan nasihat yang disampaikan oleh petugas kesehatan sesuai peraturan 25 (b) dan 26, dalam kasus dia setuju dengan rekomendasi yang dibuat, harus mengambil langkah-langkah segera untuk memberlakukan rekomendasi-rekomendasi tersebut. Jika tidak berada dalam kewenangannya atau kalau dia tidak menyetujui rekomendasi tersebut, dia harus segera menyampaikan laporannya sendiri dan nasihat petugas kesehatan kepada penguasa yang lebih tinggi”.

Prinsip-prinsip Etika Kedokteran, yang relevan dengan peran personil kesehatan, terutama dokter dalam perlindungan nara pidana dan tahanan menyebutkan :

Prinsip 1: “Personil kesehatan, terutama dokter yang ditugaskan merawat kesehatan para narapidana dan para tahanan mempunyai suatu kewajiban untuk memberikan kepada mereka perlindungan kesehatan fisik dan mental mereka, dan perawatan penyakit dengan kualitas dan standar yang sama seperti yang diberikan kepada mereka yang tidak dipenjara atau ditahan”

Menurut Undang – undang Praktek Kedokteran No. 29 Tahun 2004

Pasal 50 ayat a : Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak : “memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional.”

Menurut Undang – undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992

Pasal 53 ayat 1 : “Tenaga Kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.”

Memperhatikan kebutuhan akan kehadiran dokter dan beratnya tugas yang harus diemban pada saat bertugas di “penjara” maka Ikatan Dokter Indonesia :

1. Mengecam keras setiap tindakan penganiayaan terhadap tenaga kesehatan (dokter) yang sedang menjalankan tugasnya

2. Meminta kepada seluruh petugas “Penjara” dan departemen yang mengurusi lembaga-lembaga narapidana untuk mematuhi pasal 5 Deklarasi Universal yang menyatakan: “Tidak seorang pun boleh dianiaya atau diperlakukan secara kejam, dengan tak mengingat kemanusiaan ataupun cara perlakuan atau hukuman yang menghinakan.

3. Meminta kepada petugas “Penjara” dan departemen yang mengurusi lembaga-lembaga narapidana untuk mematuhi salah satu butir pesan kunci/seruan organisasi kesehatan dunia (WHO) pada peringatan hari kesehatan sedunia 2006, yakni: “Support and protect health workers – Safe and supportive working conditions must be ensured, and salaries, resources and management structures improved”

4. Dalam hal tindakan penganiayaan/pemukulan yang dialami anggota IDI: Dr. Budiman pada saat melakukan pemeriksaan/test narkoba (beberapa hasil test positif) kepada penghuni “Penjara” di Yogyakarta, tidak memperoleh pembelaan dari pejabat “Penjara” atau pejabat Dep. Hukum dan HAM (malah disalahkan), adalah suatu bentuk tidak adanya perlindungan (sebagaimana poin 3 di atas) terhadap profesi kedokteran dan sekaligus mengindikasikan “Penjara” dan Dep. Hukum dan HAM tidak serius mendukung tugas tenaga kesehatan (dokter) dalam merawat kesehatan jasmani dan mental nara pidana. Yang terjadi kemudian, termasuk di dalamnya tentang temuan adanya hasil pemeriksaan narkoba yang positif pada urin napi dan kemungkinan adanya peredaran narkoba dalam lingkungan “Penjara”, petugas “Penjara”, bahkan terkesan menutup-nutupi hasil pemeriksaan tersebut.

5. Untuk diketahui bahwa pemukulan yang terjadi terhadap Dr. Budiman menyebabkan yang bersangkutan dirawat karena edema cerebri (bengkak otak), fraktur septum nasi (patah tulang hidung), yang kemudian bukan dihargai niat baiknya untuk memantau apakah ada pemakaian narkoba di “Penjara”, malahan kemudian di”non-aktifkan” pekerjaan profesinya dengan ditempatkan di Kanwil Hukum dan HAM tanpa kejelasan status selanjutnya.

Demikian siaran pers Ikatan Dokter Indonesia ini dibuat untuk dipublikasikan, semoga bermanfaat.

Jakarta, 1 Maret 2007
Ketua Umum,

Dr. Fachmi Idris, M.Kes
(Redaksi Idionline)



0 komentar:

Posting Komentar