Rabu, 22 Agustus 2007

Pemberian remisi dijualbelikan

Sumber : Harian Terbit

JAKARTA - Pemberian remisi (pengurangan masa tahanan) diduga tidak transparan, diskriminatif, bahkan 'diperjualbelikan' oleh oknum nakal. Maka tak heran, narapidana (napi) kakap atau mereka yang berduit dan memiliki akses politik, disebut-sebut akan dengan mudah mendapatkan remisi.

"Saya membenarkan pemberian remisi bisa diperjualbelikan dan sarat dengan praktek KKN. Saya juga sering mendapat laporan tentang permainan uang itu," kata anggota Komisi III DPR yang membidangi masalah hukum, termasuk lembaga permasyarakatan, dari Fraksi Partai Golkar (FPG), Agun Gunandjar Sudarsa menjawab Harian Terbit di Jakarta, Jumat malam (17/8).

Menurut Agun, permainan uang dalam pemberian remisi itu terjadi karena ada kesempatan dan peluang bagi para 'oknum' petugas LP nakal. Misalnya, kurangnya kontrol atau pengawasan dari atasan terhadap anak buah, jumlah napi yang tak sebading dengan kamar yang tersedia dalam tahanan.

"Akibat kondisi itu, oknum petugas bermain dengan napi yang ingin mendapatkan remisi. Misalnya, para napi itu ditakut-takuti tidak mendapatkan remisi. Padahal sebenarnya itu adalah hak yang harus mereka terima. "Karena takut, napi atau keluarga napi lantas memberi petugas sejumlah uang,"jelasnya.

Praktisi hukum Hotma Sitompul mengemukakan, pemberian remisi bisa diperjualbelikan jika persyaratan baku untuk menilai seseorang narapidana berkelakuan baik selama di LP belum diatur secara jelas. Apalagi selama ini pemberian bersipat variatif dengan penilaian yang subjebtif. Untuk itu seringkali terjadi dalam perkara sama secara variatif, remisi bisa berbeda diterima narapidana.

"Pihak terkait harus mengumumkan kepada publik kriteria atau persyaratan baku seseorang dikatakan berkelakuan baik luar bisa. Syarat-syarat untuk mendapatkan berkelakukan luar biasa itu juga harus terpampang di pengumuman LP, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan," ujar Hotma dihubungi terpisah, kemarin.

Hotma menegaskan, kriteria atau syarat baku untuk mendapatkan remisi umum I atau langsung bebas harus dibuat secara tranparan. Hal tersebut dimaksud selain menepis dugaan terjadi perlakuan diskriminasi atau praktik tak terpuji oleh aparat terkait, juga memacu para napi memperbaiki diri agar segera dapat bersosialisasi dengan masyarakat umum.

Menurutnya, jika hanya berpatokan pada berkelakukan baik selama menjalani masa pemidanaan, bukankah banyak juga napi yang tidak melakukan pelanggaran. Apakah berkelakuakn baik hanya diukur dari tidak berkelahinya seorang napi misalnya, atau taatnya napi yang bersangkutan menjalani pembinaan di LP.

Untuk memberantas petugas nakal yang memperjualbelikan pemberian remisi, lanjut Agun Gunandjar Sudarsa, perlu dilakukan perbaikan kesejahteraan para petugas napi seperti menaikkan tunjangan dan uang harian mereka. Selama ini tunjangan mereka hanya Rp 90.000 perbulan dan uang tugas jaga hanya Rp 2.500,- "Jumlah itu kan jauh dari taraf hidup. Dapat apa dengan uang sebanyak itu. Karenanya, tidak mengherankan ada petugas 'nakal' di LP. Salah satu cara memberantasnya adalah dengan jalan meningkatkan kesejahteraan mereka," demikian Agun.

Direktur Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM (Depkumham), Untung Sugiyono pada acara penerimaan remisi di Lapas Narkotika II A Cipinang Jakarta, Jumat, mengatakan pemberian remisi diberikan secara serentak di semua lapas, rutan, dan cabang rutan di seluruh tanah air

"Ini adalah wujud perhatian negara terhadap hak-hak individu warga negara, sekalipun sedang menjadi narapidana," kata Untung

Namun,dia menolak adanya praktik 'jual beli'. "Itu karena napi baik diberikan setiap tahun dengan jumlah yang bervaria 1-6 bulan,"kata Untung.

Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta mengakui, Mulyana W Kusuma bebas hari ini (Sabtu, 18/8) setelah memperoleh remisi pada peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-62.

"Mulyana bebas pada 18 Agustus 2007," kata Andi setelah menghadiri acara pemberian remisi secara simbolis di LP Narkotika II A Cipinang, Jakarta, Jumat (17/8).

Menurut Andi, Mulyana dinyatakan bebas setelah menerima pengurangan masa pidana selama tiga bulan.

Agun Gunadjar Sudarsa mengemukakan, selain soal remisi yang harus diberikan secara murni, jumlah napi yang melebihi kapasitas tampung LP, masih banyak yang harus dibenahi pemerintah terhadap LP yang ada di tanah air. Misalnya, masalah makanan napi, gizi, kesehatan dan pendidikan. (zam/art/wan/hrs/pnb)

http://www.harianterbit.com/artikel/rubrik/artikel.php?aid=26147


0 komentar:

Posting Komentar